Senin, 31 Desember 2012

Materi PAI SMP kelas 3 Sejarah Islam Indonesia


MATERI PENGAYAAN

Standar Kompetensi (Tarikh dan Kebudayaan Islam) :
7. Memahami perkembangan Islam di Nusantara.

Sekolah                       : SMP Negeri 6 Sragen
Kelas / Semester          : IX / 1
Mata Pelajaran            : Pendidikan Agama Islam
Guru PAI                    : Triyanto

ISLAM DI INDONESIA
Syiar Damai di Nusantara

            Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Namun demikian, Indonesia bukanlah negara Islam, atau negara yang menerapkan sistem pemerintahan berdasarkan hukum Islam. Islam juga bukan lahir di Indonesia, melainkan di jazirah Arab. Lho, bagaimana dengan Nangro Aceh Darussalam? Propinsi Nangro Aceh Darussalam merupakan daerah istimewa yang diberikan otonomi khusus, termasuk diperbolehkannya penerapan hukum Islam. Namun secara umum, Indonesia tetap bukan negara Islam.
Jumlah penduduk muslim yang besar ini merupakan sebuah prestasi gemilang, yang berhasil dicapai oleh para penyebar agama Islam terdahulu di Nusantara. Apa sih yang menjadikan Islam Nusantara begitu istimewa? Yang istimewa dari masuk dan diterimanya agama Islam oleh masyarakat tanah air itu adalah Islam damai. Maksudnya, bukan melalui jalan kekerasan, namun melalui berbagai langkah dan metode yang persuasif. Dalam lembaran sejarah syiar Islam di Nusantara, hampir tidak ditemukan konflik besar dalam penyebaran agama Islam, baik yang dilakukan oleh para saudagar dari mancanegara maupun oleh para wali dan ulama. Para penyebar ajaran Islam ini mampu menunjukkan kepada penduduk di tanah air dakwah yang persuasif. Para penyebar agama Islam menempuh pendekatan dagang, sosial kemasyarakatan, perkawinan dan budaya. Bahkan Walisongo mampu mengemas dakwah melalui pendekatan tradisi dan budaya lokal, sehingga penerimaan agama Islam lebih merasuk ke dalam hati masyarakat. Mereka menggunakan metode yang sangat akomodatif dan fleksibel. Unsur-unsur budaya lama (Hinduisme dan Budhisme) tidak serta merta dicabut dari akar masyarakatnya. Nilai-nilai Islam secara halus dan berangsur-angsur dimasukkan ke dalam nilai dan tradisi lama. Metode seperti ini disebut metode sinkretisme. Sebagai contoh dari penerapan metode ini antara lain; dalam bidang ritual, membakar kemenyan yang pada mulanya merupakan sarana penyembahan para dewa, tetap dipakai oleh Sunan Kalijaga sebatas sebagai pengharum ruangan ketika seorang muslim berdoa. Dengan keharuman kemenyan itu, diharapkan doa yang dipanjatkan lebih khusyuk. Dalam seni bangunan, atap masjid tetap mengadopsi model bangunan lama yakni dengan atap bersusun tiga. Tiga lapisan atap itu kemudian ditafsirkan sebagai simbolisasi iman, islam dan ikhsan. Sunan Kudus tetap memberlakukan larangan menyembelih sapi, sebagai bentuk toleransi terhadap kepercayaan lama. Namun demikian, sambil menerapkan toleransi itu beliau memberikan penjelasan logis mengenai kelemahan dan kekurangan dewa sebagai sesembahan melalui cerita Hyang Manik Maya (Batara Guru) dan Hyang Ismaya (Semar). Itulah beberapa contoh upaya mengambil unsur-unsur budaya lama dengan memasukkan nilai-nilai Islam.
Di samping kejujuran, keuletan, kesabaran dan keutamaan pribadi para peyebar Islam di tanah air, faktor lain yang ikut mendukung proses Islamisasi di Nusantara adalah kesederhanaan agama Islam. Maksudnya, agama Islam lebih simpel dan lebih mudah dilaksanakan. Dalam hal upacara-upacara keagamaan, Islam memiliki tata upacara keagamaan yang lebih mudah dan sederhana, sehingga tidak memberatkan dan menyusahkan pemeluknya. Untuk memeluk agama Islam-pun seseorang cukup mengucapkan kalimat syahadat. Corak Islam yang dikembangkan di Nusantara (khususnya di Jawa) lebih dekat dengan pendekatan sufistik yang bisa dikatakan identik dengan paham mistis agama sebelumnya, sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.
Jika kita tengok pada masa kini, dapat kita jumpai bahwa wilayah yang memiliki pengaruh Hindu-Budha yang relatif minim, akan dapat diislamkan secara mendalam. Sebaliknya, wilayah yang kuat pengaruh Hindu-Budhanya, akan terlihat paling dangkal pemahaman keislamannya.
Islamisasi Nusantara sungguh berjalan dengan penuh kedamaian, nyaris tanpa konflik politik maupun kultural. Hampir semua lapisan masyarakat, mulai rakyat jelata hingga para pengauasa berhasil didekati dan diislamkan. Kalupun terjadi konflik politik ataupun budaya, skalanya relatif kecil dan tidak meluas, tidak mengesankan kekerasan, pemaksaan ataupun perang. Di samping kepiawaian para penyebar Islam, nampaknya kepribadian dan keramah-tamahan rakyat Nusantara ikut menunjang situasi syiar Islam secara damai.
Sungguh menarik bukan? Nah, tentu kalian ingin mengetahui lebih mendalam proses masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara. Jika demikian, ayo kita kaji bab ini dengan seksama.

A.  Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara

            Tentunya kalian telah akrab dengan sebutan Nusantara, kan? Indonesia yang pada masa dahulu masih dikenal dengan Nusantara telah lebih dahulu berkenalan dengan agama lain yakni Hindu dan Budha. Pada saat itu di beberapa wilayah di tanah air seperti di Kalimantan dan Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan besar yang menganut dua agama terdahulu itu. Kekayaan alam Nusantara telah mengundang saudagar-saudagar dari berbagai negara manca untuk mengadu nasib dan mencari peruntungan melalui perdagangan. Saudagar-saudagar dari Arab, Persi, Gujarat (India) bahkan dari Cina berduyun-duyun datang ke Nusantara secara rutin untuk berdagang. Bermula dari kegiatan dagang inilah misi syiar Islam berkembang di tanah air.
Para ahli nampaknya tidak bisa menemukan kata sepakat tentang kapan sesungguhnya agama Islam masuk ke kepulauan Nusantara. Bisa jadi, agama Islam telah dibawa ke kepulauan Nusantara sejak abad-abad pertama Hijrah oleh para saudagar Arab. Dugaan ini didasarkan kepada bukti sejarah (yang belum kita miliki saat itu), bahwa telah terjadi ekspedisi-ekspedisi dagang yang luas ke dunia Timur, yang dilakukan oleh para pedagang Arab sejak masa awal Islam. Perdagangan Arab dengan Cina melalui jalur Ceylon (Srilanka) telah tumbuh pesat pada awal abad ke-7 Masehi. Sehingga pada abad ke-8 jumlah pedagang Arab yang bisa dijumpai di Canton, salah satu pusat perdagangan Cina, sudah sedemikian banyak. Antara abad 10 hingga 15 Masehi, dimana penjelajahan Portugis dimulai, para pedagang Arab telah menjadi “penguasa” dunia perdagangan di wilayah Timur. Berdasarkan bukti sejarah tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa, mestinya mereka telah membangun pangkalan-pangkalan perdagangan di kepulauan Nusantara sejak masa awal penyiaran agama Islam. Hal ini didasarkan pada kebiasaan para saudagar Arab ketika berada di tempat-tempat lain. Namun demikian, catatan sejarah para ahli ilmu bumi bangsa Arab baru menyebut kepulauan Nusantara di dalam tulisan-tulisan mereka, pada abad ke-9 Masehi. Sementara, menurut catatan sejarah Cina yang ditulis pada tahun 674 Masehi, menyebutkan bahwa seorang pemimpin Arab yang membawa rombongan dagang telah menetap di Pantai Barat Sumatera.

Kesamaan Mazhab

Satu aspek yang bisa menjadi petunjuk penyebaran Islam di Indonesia adalah mazhab yang dianut oleh penduduk Nusantara. Dugaan sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa para penyebar agama Islam di Nusantara berasal dari India selatan. Catatan sejarah Ibnu Batutah (seorang pelaut dan penjelajah kenamaan dari Maroko) ketika mengunjungi wilayah ini pada pertengahan abad ke-14 menyebutkan, terdapat kesamaan mazhab yang dianut oleh kedua wilayah ini. Kebanyakan penduduk Nusantara, (bahkan hingga saat ini) banyak yang menganut mazhab Syafi’i yang juga merupakan mazhab dominan yang dianut para penduduk di pantai Coromandel dan Malabar, di India selatan. Jadi bila kita memperhatikan negeri-negeri tetangga yang bermazhab Hanafi, maka pengaruh mazhab Syafi’i yang banyak dianut oleh penduduk Nusantara diduga kuat berasal dari pantai Malabar. Catatan sejarah juga menyebutkan bahwa kota-kota pelabuhan di Malabar ini sering dikunjungi oleh para pedagang yang berasal dari Jawa, Cina, Persia dan Yaman.
Jika bangsa-bangsa Eropa seperti Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda lebih menggunakan strategi pendudukan atau penguasaan wilayah, para saudagar Arab ini lebih mengedepankan strategi pendekatan persuasif. Dalam menyiarkan agama Islam, mereka melakukan kontak dagang, hubungan pernikahan dengan penduduk setempat, maupun pendekatan secara politis kepada para penguasa setempat. Inilah kelebihan yangbisa dicatat dalam penyiaran agama Islam di Nusantara. Dengan kekuatan dan cara inilah para pedagang Arab yang kemudian bermukim di Nusantara, meletakkan dasar-dasar kekuatan sosial dan politik guna mendukung kegiatan dakwah mereka. Mereka tidak datang sebagai penakluk sebagaimana bangsa Spanyol pada abad ke-6, mereka juga tidak merebut hak para penguasa wilayah pada saat itu, namun mereka lebih memilih jalur perdagangan, memanfaatkan kecerdasan dan peradaban mereka yang tinggi untuk berdakwah. Bahkan, hasil keuntungan perdagangan itu lebih mereka manfaatkan sebagai modal untuk berdakwah.
Sebuah catatan sejarah Tarikh Melayu menyebutkan seorang Arab bernama Abdullah Arif, merupakan penyiar Islam pertama di Aceh. Konon, ia mengunjungi daerah itu pada pertengahan abad ke-12. Bahkan disebutkan, salah seorang muridnya yang bernama Burhanuddin telah mengembangkan syiar Islam ke selatan menyusuri pantai barat Sumatera hingga ke Pariaman. Tarikh Aceh mencatat bahwa tahun 1205 merupakan tahun penobatan Johan Shah, seorang asing yang datang dari Barat, sebagai pendiri kerajaan Islam setempat. Catatan lain adalah kisah perjalanan Marco Polo, yang pernah menetap selama lima bulan di pantai utara Sumatera pada tahun 1292. Ia menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk di wilayah pedalaman masih menganut paham kepercayaan Pelbegu (menyembah batu). Namun, di Kerajaan kecil Perlak, di ujung timur laut pulau Sumatera, penduduk kotanya telah beragama Islam.
Untuk beberapa kurun waktu, agama Islam hanya berkembang pesat di kota-kota pelabuhan sebagai tempat persinggahan para saudagar Islam. Pernyebaran Islam ke daerah pedalaman berjalan agak lambat dikarenakan masih kuatnya pengaruh Hinduisme dengan pusatnya di Kerajaan Minangkabau.
Menurut keterangan J.C.Van Leur, bahwa sejak tahun 674 Masehi sudah ada koloni Arab di Barat laut Sumatra, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus yang terkenal. Catatan Cina dari Dinasti Tang juga menyebutkan bahwa orang-orang Tashih (sebutan untuk pedagang Muslim dari Arab dan Persia) sudah berada di Canton dan Sumatera. Pendapat senada dikemukakan DR. Hamka, yang menyatakan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 (674 M). Pernyataan ini didasarkan pada catatan Tiongkok bahwa pada abad itu di Jawa telah berdiri sebuah kerajaan Buddha yang bernama Kalingga. Karena terkenal dengan kemakmurannya, maka terdengar hingga ke negeri Arab, yang saat itu diperintah oleh Daulah Umayyah. Muawiyah bin Abu Sufyan, sebagai pemimpin saat itu, telah mengirim misi dakwah ke tanah Jawa
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, kemunculan Samudera Pasai sebagai sebuah kerajaan Islam pertama diperkirakan dimulai dari awal atau pertengahan abad ke-13. Hal ini sebagai hasil dari proses panjang Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi para pedagang muslim sejak abad ke-7. Bukti sejarah berdirinya kerajaan Samudera Pasai adalah nisan kubur dari Samudera Pasai di Gampong Samudera yang bertuliskan nama Sultan Malikush Shaleh, rajanya yang pertama, dan berangka tahun 696 H (1297 M). Letak kerajaan Pasai yang indah di tepi selat Malaka, menyebabkan Pasai menjadi pelabuhan Samudera. Karenanya, datanglah berduyun-duyun para pedagang dan santri Arab, Malaka, Persia, Gujarat, dan Cina Islam.
            Proses penyebaran Islam di tanah air tidak hanya berhenti di pulau Sumatera. Aktivitas dakwah Islam meluas ke daerah-daerah pesisir di pulau-pulau lain. Perkembangan berikutnya menunjukkan, agama Islam menyebar ke berbagai kota besar dan pesisir Jawa. Tercatat beberapa kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan sekaligus penyebaran Islam oleh para saudagar muslim seperti; Demak, Banten, Cirebon, Sunda Kelapa (Jakarta), Surabaya. Di pulau Kalimantan tercatat kota Banjarmasin, yang selanjutnya menjadi pusat penyebaran agama Islam di pulau itu. Di pulau  Sulawesi kita kenal dua kerajaan besar yaitu Makassar dan Bugis yang menjadi pusat komunitas dan penyebaran Islam. Penyebaran Islam bahkan juga menjangkau wilayah Maluku, terlihat dengan kemunculan kerajaan Ternate dan Tidore. Untuk selanjutnya, dari pusat-pusat Islam di masing-masing pulau itulah kemudian kegiatan penyiaran agama Islam berkembang luas menjangkau daerah-daerah sekitarnya.
Sejarah penyiaran Islam di Indonesia, jelas tidak bisa dilepaskan dari peran para saudagar Islam. Dengan kegigihannya, mereka telah mampu membumikan kalimat Allah di Indonesia. Bahkan dengan kepiawaiannya itu raja-raja di Nusantara pada waktu itu tidak merasakan kehadiran para saudagar sekaligus penyebar agama Islam itu sebagai ancaman.
Jika abad ke-7 Masehi dipandang sebagai awal masuknya Islam di tanah air, maka hal ini menunjukkan bahwa perkembangan Islam di Indonesia hampir bersamaan dengan perkembangan Islam di tempat asalnya, yakni di tanah Arab. Hal ini berarti, bahwa Islam yang sampai ke tanah air masih merupakan ajaran Islam yang relatif masih murni, karena belum terpaut jauh dari masa hidup Rasulullah Saw.

Dominasi Hindu-Budha

Sebelum agama Islam masuk ke tanah air, dua agama lain telah berkembang dan eksis di Nusantara, yaitu Hindu dan Budha. Bukti keberadaan kedua agama itu adalah berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di berbagai tempat di Nusantara. Adapun kerajaan Hindu dan Budha yang telah eksis di tanah air antara abad ke 7-12 Masehi yaitu:
1.    Kerajaan Hindu
  1. Kutai di Kalimantan
  2. Mataram Hindu (Kerajaan Sanjaya) di Jawa Tengah
  3. Majapahit di Jawa Timur
  4. Tarumanegara di Jawa Barat
  5. Galuh di daerah Ciamis Jawa Barat
  6. Warmadewa atau Udayana di Bali
  7. Pajajaran di Pakuan (sebelah barat sungai Citarum) Jawa Barat

2.    Kerajaan Budha
  1. Syailendra di Jawa Tengah
  2. Kalingga di Jawa Tengah

B. Perkembangan Islam dan Munculnya Kerjaan Islam di Nusantara

1. Islam di Sumatera

Pulau Sumatra merupakan daerah yang paling awal terjadi kontak dengan agama Islam, melalui jalur perdagangan Para saudagar dari Arab, Persia dan Gujarat kali pertama melakukan transaksi perdagangan di bandar-bandar yang terletak di pesisir pantai Sumatera. Kota-kota di pesisir pantai utara, Samudera Pasai dan Perlak, tercatat sebagai titik-titik aktivitas perdagangan yang cukup ramai dikunjungi para saudagar muslim.. Hal ini logis, karena secara geografis letak daerah-daerah tersebut relatif lebih dekat dengan negara asal para saudagar tersebut. Pada mulanya agama Islam hanya dianut oleh penduduk di bagian pesisir dan perkotaan saja. Orang-orang pesisir yang belum mau menganut Islam lebih memilih pindah ke pedalaman.
Memasuki abad ke-13 Masehi, perkembangan Islam di pulau Sumatra menunjukkan perkembangan yang cepat  Komunitas Muslim di Samudera Pasai dan Perlak menunjukkan peningkatan jumlah yang sangat berarti. Bahkan menurut riwayat turun temurun di kota Samudra, eksistensi Islam lebih kokoh setelah raja Samudera Pasai yang bernama Marah Silu masuk Islam atas ajakan Syeikh Ismail (seorang pemimpin utusan Syarif Makkah). Setelah memeluk Islam, Marah Silu mengubah namanya menjadi Malik al Saleh. Raja Pasai ini menikahi putri dari kerajaan Perlak yang bernama Ganggang Sari sehingga perpaduan kedua kerajaan tersebut menjadi kekuatan besar bagi dakwah Islam di Sumatara dan daerah-daerah sekitarnya.
Kerajaan Samudera Pasai terletak dipesisir timur laut Aceh, yang pada masa sekarang ini masuk wilayah Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara).Kerajaan ini beribukota di muara Sungai Pasangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal masuk ke pedalaman. Terdapat dua kota yang terletak berseberangan di muara Sungai Pasangan, yaitu Samudera dan Pasai. Kota Samudera lebih berada di pedalaman, sedangkan kota Pasai lebih dekat dengan muara sungai.
Catatan Ibnu Batutah pada tahun 1345 menyebutkan, bahwa ketia ia mengunjungi Pasai, pada saat itu raja yang berkuasa bernama Al-Malikuz Zahir, yang diyakini sebagai putera tertua Malikus Salih. Menurut Ibnu Batutah, Raja ini benar-benar menampakkan citra sebagai seorang raja Islam. Batas kerajaannya kian meluas, sehingga membutuhkan waktu beberapa hari untuk menyusuri pantai wilayah kekuasaannya. Malikuz Zahir dikenal sebagai seorang pemimpin yang ortodoks, gemar bertukar pikiran para ahli fiqih dan Ushul, sehingga istananya ramai dikunjungi oleh para cendekiawan dari berbagai negeri. Ia juga menjalin hubungan dengan dunia Islam, antara lain dengan Persia dan Delhi. Ia juga dikenal sebagai seorang raja Islam yang tak segan-segan memerangi negeri-negeri penyembah berhala di sekitar wilayah kekuasaannya. Banyak negeri yang kemudian takluk di bawak kekuasaan Samudera Pasai.
Kerajaan Samudera Pasai berdiri hingga tahun 1524 Masehi. Pada tahun 1521, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang kemudian mendudukinya selama tiga tahun. Setelah itu, sejak tahun 1524 dan seterusnya, Kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh Kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.

Di samping Samudera Pasai dan Perlak, di pulau ini pula terdapat pula Kerajaan Aceh yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada permulaan abad ke-16 M. Ia memerintah antara tahun 1507 hingga 1522, sebagai orang yang pertama memeluk agama Islam yang kemudian diikuti oleh rakyatnya.
Dari Pasai ini, Islam tersebar ke berbagai wilayah yaitu; sebagian besar Aceh, Pariaman, Minangkabau, sepanjang pesisir utara dan selatan Pulau Sumatera, Malaka dan pulau-pulau sekitarnya, serta ke Pulau Jawa. Bahkan orang-orang muslim dari Sumatera Tengah yang suka merantau, telah menyiarkan Islam hingga ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Berdasarkan catatan sejarah, pulau Sumatera merupakan titik tolak penyiaran Islam di Nusantara. Dari Sumatera inilah Islam mengepakkan sayap dakwahnya ke berbagai penjuru di tanah air.

2. Islam di Jawa
Menurut sebagian ahli sejarah, penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dirintis oleh para saudagar muslim dari Malaka. Malaka pada waktu itu merupakan sebuah kerajaan besar yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Mansur Syah. Para saudagar muslim itu pada mulanya merambah daerah-daerah pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di daerah-daerah ini terdapat beberapa kerajaan kecil yang telah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit seperti; Demak, Banten, Jepara, Tuban dan Giri. Melalui hubungan perdagangan itu, akhirnya masyarakat Jawa mengenal Islam.
Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa, dakwah dan penyebaran agama Islam di pulau Jawa bisa dikatakan lebih merupakan usaha perorangan dari penduduk pribumi dan rombongan-rombongan kecil kaum pendatang. Hal ini disebabkan, di Jawa hampir belum ada kekuatan Islam yang terkonsentrasi, yang dapat dijadikan sebagai basis dakwah, atau memaksakan penyebaran Islam dengan jalan peperangan. Justru para muballig Islam dihadapkan pada kuatnya pengaruh agama Hindu yang telah kuat mengakar dalam kehidupan penduduk Jawa. Kenyataan tersebut mengakibatkan dakwah Islam di pulau Jawa berjalan relatif lambat pada masa-masa awal.
Tercatat usaha pertama penyiaran Islam di tanah Jawa adalah pada akhir abad ke-12. Raja pertama Pajajaran di Jawa Barat memiliki dua orang putra. Putra tertua lebih memilih profesi pedagang dan berkelana hingga ke India. Ia menyerahkan tampuk kerajaan kepada adiknya, yang naik tahta pada tahun 1190 dengan nama Prabu Munding Sari. Dalam usaha perdagangannya ini, putra tertua banyak melakukan kontak dengan para saudagar muslim Arab. Ia mmemeluk agama Islam dengan nama Haji Purwa. Ketika pulang ke Pajajaran, dengan bantuan seorang muballig Arab, ia berusaha mengajak saudaranya beserta keluarga raja untuk memeluk Islam. Usaha ini mengalami kegagalan, dan Haji Purwa akhirnya melarikan diri karena takut terhadap tindakan raja kepadanya.
Usaha dakwah Islam di Jawa yang dipandang lebih sukses adalah yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim. Pada akhir abad ke-14, beliau mendarat di pantai Jawa Timur beserta beberapa orang kawannya, untuk selanjutnya menetap di kota.Gresik. Konon, Maulana Malik Ibrahim adalah anak Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad saw. dan saudara sepupu Raja Chermen (menurut sebagian pendapat Chermen berada di India, namun sebagian lagi menyebutkan di Sumatera). Kedatangan Maulana Malik Ibrahim disertai Raja Chermen, bermaksud mengislamkan Raja Majapahit yang beragama Hindu. Untuk maksud tersebut, serta dalam rangka menjalin persahabatan antara kedua kerajaan, ia menawarkan putrianya untuk diperistri oleh Raja Majapahit. Misi ini belum sempat menemui titik sasaran, karena rombongan tersebut terserang penyakit hingga banyak yang meninggal. Kegagalan tersebut tidak menyurutkan tekad Maulana Malik Ibrahim untuk tetap menyiarkan Islam di daerah sekitarnya. Ia tetap tinggal di Gresik untuk menyiarkan ajaran Islam hingga wafatnya pada tahun 1419 Masehi. Makamnya di Gresik masih banyak diziarahi masyarakat Jawa hingga kini, dan dipandang sebagai penyiar Islam pertama di Jawa.
Jawa Tengah dan Jawa Timur yang padat penduduk, secara politik berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, sementara di Jawa Barat terdapat Kerajaan besar Pajajaran, meskipun beberapa bagian wilayah seperti Cirebon dan beberapa Kerajaan kecil telah memisahkan diri.
Bagaimana dengan Kerajaan Demak? Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri antara tahun 1500-1550 Masehi, yang didirikan oleh Raden Fatah (1500-1518). Ia adalah seorang bangsawan Kerajaan Hindu Majapahit yang ditugasi menjabat sebagai Adipati di Bintoro, Demak. Sebenarnya Raden Fatah telah memendam luka lama terhadap Majapahit. Dengan bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dulu menganut Islam seperti; Gresik, Tuban dan Jepara, Raden Fatah secara terang-terangan memutuskan ikatan dengan Majapahit, yang kala itu tengah mengalami masa kemunduran. Ia mendirikan kerajaan Islam yang beribukota di Demak, sehingga lebih dikenal dengan Kerajaan Demak.
Sebagian sejarawan menarik kesimpulan, bahwa kejatuhan Majapahit terjadi pada tahun 1535. Namun sebagian pendapat menyebut pada tahun Jawa 1400 (1478 M). Era keruntuhan itulah yang kemudian memunculkan Kerajaan Islam Demak, menggeser dominasi Majapahit dalam sejarah Jawa. Menurut catatan perjalanan Tome Pires, Kesultanan Demak secara berturut-turut dipimpin oleh tiga orang raja yakitu; Raden Fatah, Adipati Unus atau Pati Yunus (Prabu Anom, Pangeran Palembang Anom atau Pangeran Sabrang Lor) sebagai raja kedua menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1518, dan Sultan Trenggono (Ki Mas Palembang atau Maulana Trenggono), yang tak lain saudara Adipati Unus, sebagai raja ketiga (1524-1546).
Sultan Trenggono dipandang sebagai raja Demak yang membawa kerajaan Islam ini menuju puncak kejayaan. Kerajaan Demak pada saat itu berhasil memainkan peran strategis, sebagai basis perjuangan syiar Islam di tanah air pada permulaan abad ke-16. Daerah kekuasaan Demak meliputi seluruh pulau Jawa, bahkan telah meluas ke beberapa pulau-pulau besar di Nusantara. Pedagang Islam di Banten telah didukung oleh Demak untuk meruntuhkan dominasi Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat. Dengan jatuhnya Pajajaran, kontrol lalu-lintas dan perdagangan di selat Sunda beralih ke Demak. Lampung sebagai lumbung lada di seberang selat Sunda berhasil dikuasai Demak, dan penduduknya juga berhasil ditarik memeluk Islam.
Di samping melakukan ekspansi wilayah ke Jawa Barat, Demak juga bergerak ke arah timur.dan luar pulau Jawa. Tercatat pada tahun 1527 pasukan Kerajaan Demak telah berhasil menguasai Tuban, disusul setahun berikutnya daerah-daerah; Wirosari (Purwodadi), tahun berikutnya menduduki Gagelang (Madiun), Medangkungan (Blora, tahun 1530), Surabaya (1531), Pasuruhan (1535), Lamongan (1542), wilayah Gunung Penanggungan (1543) dan Mamenang (Wilayah Kerajaan Kediri, tahun 1544).
Di luar pulau Jawa, pengaruh Kesultanan Demak merambah hingga Kesultanan Banjar di Kalimantan. Pengaruh Demak atas Kesultanan Banjar ini membuka peluang bagi perluasan syiar Islam di Kalimantan. Atas dukungan para sultan di Banjar, pada masa-masa berikutnya Kerajaan Kotawaringin menganut Islam (1620), disusul Kesultanan Kutai (1700).
Menurut sebuah laporan Portugis, di antara para raja atau sultan yang telah memeluk agama Islam di Nusantara, raja dari kesultanan Demak dipandang paling gigih dan terus-menerus melancarkan serangan guna orang Portugis pada masa itu, yang dicap sebagai orang kafir.
Peninggalan sejarah kerajaan Demak yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini adalah Masjid Agung Demak yang terletak di alun-alun pusat kota Demak. Masjid ini dibangun oleh Walisongo, dan merupakan basis utama syiar Islam di tanah Jawa yang dilakukan oleh para wali.
Demikianlah upaya-upaya gigih yang dilancarkan oleh Kerajaan Islam Demak dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Perlu kalian ingat, bahwa peran para wali yang terkenal dengan sebutan Walisongo sangat besar dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Dakwah Walisongo ini akan kalian kaji pada bab tersendiri. Dapat dikatakan, pengaruh ajaran para wali di kalangan masyarakat Jawa sedemikian besar, bahkan menyamai pengaruh raja-raja masa itu. Karenanya, masyarakat memberi mereka gelar Sunan, dimana julukan itu sebenarnya hanya dipakai oleh raja-raja saja.

3. Kalimantan, Sulawesi dan Maluku

Perkembangan Islam yang disebarkan dari Kerajaan Malaka ternyata bukan hanya di Pulau Jawa, melainkan ke daerah-daerah lain di seluruh Nusantara. Misalnya, di Banjar, Kalimantan Selatan berdiri kerajaan Islam dengan rajanya yang bernama Pangeran Samudra. Selain itu, di Kalimantan Timur berdiri kerajaan Kutai dengan rajanya bernama Raja Mahkota.
Seperti halnya di Sumatera dan Jawa, di Kalimantan perkembangan Islam juga relatif pesat di wilayah-wilayah pesisir. Sementara untuk wilayah pedalaman, membutuhkan waktu panjang, meskipun Islam telah masuk ke Kalimantan pada abad ke-16. Pada mulanya, Islam hanya dianut oleh rakyat di Banjarmasin. Kerajaan Banjarmasin merupakan taklukan Kerajaan Hindu Majapahit, yang tunduk dan selalu membayar upeti hingga jatuhnya Majapahit pada tahun 1478. Kerajaan Demak memiliki andil yang cukup besar dalam penyiaran agama Islam di Banjarmasin. Pecahnya pemberontakan dalam negeri Banjarmasin, mendorong rajanya datang ke Kerajaan Demak guna meminta bantuan untuk menumpas pemberontakan itu. Permintaan tersebut dipenuhi dengan syarat Demak diijinkan menyiarkan Islam di sana. Setelah syarat diterima, maka berangkatlah tentara Islam dari Demak ke Banjarmasin untuk memadamkan pemberontakan itu. Pemberontakan berhasil dipadamkan, selanjutnya dari Banjarmasin inilah tersiarnya agama Islam di Kalimantan.
Ulama besar yang tak boleh dilupakan namanya dalam usaha penyiaran Islam di Kalimantan adalah Syech Muhammad Arsyad al-Banjari, yang wafat pada tahun 1808 M. Pada masa berikutnya, usaha penyiaran Islam di Kalimantan dilanjutkan oleh anak cucunya.
Di tempat lain, ketika orang-orang Spanyol berhasil mendarat di pantai barat laut pada tahun 1521, mereka telah menjumpai Kerajaan Islam Brunei. Selang beberapa waktu, yakni pada tahun 1550, agama Islam telah masuk ke Sukadana (Kalimantan Barat), yang dibawa oleh orang-orang Arab dari Palembang. Mulanya raja yang berkuasa di Sukadana tetap mempertahankan keyakinan lamanya, selama kurang lebih 40 tahun. Namun sebelum raja tersebut meninggal pada tahun 1590, Islam telah menampakkan kemajuan pesat di daerah itu.Bahkan, raja penggantinya adalah seorang Islam.
Di Sulawesi tercatat dua kerajaan Islam besar; yang pertama adalah Kerajaan Makassar dengan ibukotanya Goa. Raja pertama yang memeluk Islam adalah Karaeng Tanigallo, yang berganti nama menjadi Sultan Alauddin Awwalul Islam (tahun 1603 M). Puncak kejayaan kerajaan Islam Makassar dicapai pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1669 M), yang terkenal karena perlawanannya yang gagah berani melawan penjajah Belanda. Penyiaran Islam melalui Makassar ini menjangkau wilayah dan pulau-pulau sekitarnya seperti Sumbawa dan Nusa Tenggara bagian Timur. Kedua,  adalah Kerajaan Bugis yang memperoleh pengaruh syiar Islam dari para mubalig Makassar. Di samping pengaruh dari para Mubalig Makassar, kontak dagang yang dilakukan oleh para pelaut Bugis ke Aceh juga ikut memberikan warna penting bagi tersiar luasnya Islam di Bugis. Salah seorang pelaut Bugis, yang bernama Daeng Mansur, sesampainya di Aceh diberi gelar “Tengku” dari Bugis, dan cucu Daeng Mansur inilah yang menjadi raja Aceh bergelar Alauddin Ahmad Syah dinobatkan pada tahun 1734 M.
Karena eratnya hubungan dan rasa persatuan keagamaan, maka bentuk perumahan dan cara hidup orang Bugis banyak terjadi kesamaan. Karenanya, jika ada orang Bugis datang ke Aceh atau sebaliknya, mereka tidak merasa canggung sama sekali.
Meskipun tidak sebesar Kerajaan Makassar, wilayah Maluku sebenarnya menerima dakwah Islam lebih awal. Kekayaan rempah-rempah yang dimiliki oleh Maluku, telah menarik kedatangan para saudagar muslim dari Nusantara maupun asing ke wilayah ini. Dari situlah, pada masa selanjutnya lahir kerajaan-kerajaan Islam di Maluku yakni; Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore, Kerajaan Bacan, Kerajaan Jailolo dan Halmahera. Penyiar agama Islam yang terkenal di Maluku adalah Datuk Mula Husein Patih Putah dan Syech Mansur.

C. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Nusantara

Perkembangan peradaban di Nusantara sangat dipengaruhi oleh kehadiran Islam di  wilayah ini. Posisi strategis Indonesia telah menjadikannya salah satu pusat perdagangan internasional di kawasan Asia Tenggara. Lalu lintas perdagangan internasional ini jelas memberikan kontribusi sosial-ekonomi bagi wilayah Nusantara. Saudagar-saudagar muslim dari Arab, Persia, India, Cina dan berbagai negara manca membawa pengaruh budaya mereka, sehingga ikut mempengaruhi pola pikir, sikap dan budaya masyarakat tanah air. Kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat dicapai oleh masyarakat tanah air.
Meskipun pada masa awal dakwah Islam lebih bertumpu pada usaha para saudagar secara perorangan, namun ketika mereka telah berhasil masuk ke elit penguasa dakwah Islam berkembang pesat. Kemajuan besar yang dicapai dari dakwah Islam di Nusantara adalah, dengan masuknya para Adipati maupun Raja ke dalam agama Islam. Karenanya, penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang, pada masa berikutnya dilanjutkan oleh para adipati atau raja dan para wali, sebagai pemegang kendali pemerintahan. Hal ini turut memberi kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan Islam, khususnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Indonesia.
Kedudukan politis para ulama yang diangkat sebagai penasihat kerajaan atau hakim dalam pemerintahan, telah memberikan kesempatan yang luas kepada mereka dalam menyebarkan Islam untuk daerah yang jauh melalui berbagai macam cara antara lain dengan mencetak kader-kader da'i yang bertugas sebagai mubalig untuk daerah-daerah yang jauh. Selain itu, para ulama juga giat menyusun buku dan kitab, baik dalam ilmu agama maupun ilmu umum. Selanjutnya, karya-karya tersebut dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat sehingga dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan. Hal ini jelas mempercepat upaya mencerdaskan masyarakat tanah air. Lebih dari itu, pemikiran dan gerakan para ulama yang memberikan penyadaran terhadap masyarakat terhadap penjajahan (semangat nasionalisme), telah memberikan kontribusi yang berarti bagi perjuangan melawan dan mengusir penjajah.
Dalam bidang arsitektur, ditandai dengan pembangunan masjid sebagai rumah ibadah sekaligus pusat kegiatan umat. Banyak masjid yang dibangun oleh para wali yang mengembangkan gaya arsitektur yang indah dengan sentuhan etnik dan budaya setempat, misalnya, dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Menara Kudus, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, dan Masjid Agung Baiturrahim Aceh. Keindahan arsitektur maupun ornamennya membuat kagum masyarakat. Lebih dari itu, sentuhan budaya lokal menjadikan kehadiran masjid dapat diterima oleh masyarakat setempat, tanpa terjadi penolakan atau gejolak, sebagai akibat adanya transisi ke agama baru. Inilah salah satu kepiawaian dan kecerdasan para Wali dalam merespons karakteristik masyarakatnya.
Dalam bidang seni dan budaya, para wali, ulama dan muballig berhasil membangun harmoni antara budaya atau tradisi lama dengan ajaran Islam. Kita mengenal wayang yang berdasar epos Hindu Ramayana dan Mahabarata dijadikan sebagai sarana dakwah oleh para wali dan muballig. Wayang yang merupakan peninggalan tradisi lama diolah dan dimaknai kembali oleh para wali dengan memasukkan unsur ajaran Islam. Untuk mengiringi pementasan wayang, kita kenal gamelan dan gending. Di samping seni yang memadukan dua unsur budaya, kita juga mengenal juga masuknya seni budaya Islam ke tanah air seperti Qasidah dan Rebana.
Dalam hal pengembangan intelektual, para ulama masa awal Islam telah merintis jalan bagi terciptanya jaringan keilmuan antara Indonesia dengan manca negara, khususnya pusat-pusat keilmuan Islam seperti; Mekah dan Madinah. Hal ini memberikan dorongan kuat kepada ulama-ulama masa berikutnya, bahkan generasi muda Islam masa sekarang, untuk memperdalam ilmu pengetahuan ke pusat-pusat peradaban Islam dunia.
 Apakah kegemilangan dakwah Islam masa awal tersebut membuat kalian terkesan? Tentu ya! sebagai wujud kebanggan kita terhadap prestasi para ulama terdahulu, kita wajib meneladani dan meneruskan upaya-upaya yang telah dirintis itu dengan berbagai cara. Meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan kita merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar. Islam harus mampu berkompetisi dan sejajar dengan kemajuan bangsa atau umat lain.

D. Belajar dari Sejarah

 Kalian tentu bisa membayangkan, menyiarkan sebuah agama baru kepada penduduk yang telah menganut suatu agama bukanlah persoalan mudah dan ringan. Banyak kendala, tantangan bahkan mungkin perlawanan. Diperlukan kepiawaian, keuletan dan kesabaran yang tinggi untuk dapat menarik simpati penduduk, agar memeluk Islam. Kesuksesan dakwah Islam di Indonesia ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain.

1.    Menyampaikan ajaran Islam atau berdakwah merupakan kewajiban sebagaimana pesan Rasulullah saw. “Sampaikan daripadaku walaupun satu ayat”. Hal ini memberi motivasi bagi setiap muslim, bahwa dakwah merupakan kewajiban dan panggilan jiwa,

2.    Persyaratan untuk masuk Islam sangat mudah, termasuk ritual ibadah di dalam agama Islam juga sangat mudah, tidak memberatkan dan relatif tidak membutuhkan biaya besar, sehingga bisa diterima oleh semua kalangan,

  1. Tidak sebagaimana tradisi lama, ajaran Islam tidak mengenal pembedaan derajat manusia berdasarkan kasta/gelar. Tingginya derajat hanya ditentukan berdasarkan tingkat ketakwaan. Hal ini menunjukkan sifat demokratis dan kesetaraan dalam agama Islam,
  2. Para ulama dan muballig dalam berdakwah menggunakan pendekatan yang persuasif dan cara yang simpatik, seperti melalui jalur perdagangan, kesenian dan budaya,
  3. Para ulama juga memiliki kelebihan ruhaniah melalui ajaran tasawuf, mampu menampilkan kepribadian yang luhur. Keutamaan sifat ini mampu menarik simpati dan kekaguman masyarakat, sehingga mereka secara sukarela memeluk Islam
  4. Ajaran Islam dipandang sesuai dengan karakter atau kepribadian bangsa Indonesia.
Memperhatikan perkembangan syiar Islam di tanah air, maka perkembangan Islam di Indonesia sampai dengan terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam dapat dikelompokkan dalam tiga fase, yaitu:
  1. Kedatangan para saudagar muslim mancanegara di kepulauan Nusantara dalam rangka berdagang sekaligus berdakwah,
  2. Dengan semakin banyaknya saudagar muslim mancanegara, maka terbentuklah komunitas Muslim di Nusantara.
  3. Pendekatan politis yang dilakukan oleh para ulama terhadap para raja dan elit politik, pada akhirnya berhasil memunculkan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai wilayah di Nusantara.
Keberhasilan misi dakwah Islam tentu didukung oleh penerapan strategi dakwah yang jitu. Jika kita simak perkembangan syiar Islam di Indonesia, maka akan dapat kita dapat menjabarkannya melalui beberapa jalur sebagai berikut:
1.    Kontak perdagangan
Jalur perdagangan merupakan titik singgung agama Islam dengan penduduk Nusantara. Penyebaran agama Islam pada masa awal di seluruh Nusantara dilakukan melalui jalur perdagangan yang dibawa oleh para saudagar Muslim dari Arab, Persia, Gujarat, termasuk juga Cina..
2.    Melalui Perkawinan
Dikarenakan banyaknya urusan dagang, sebagian saudagar Muslim ada yang memilih menetap di Nusantara. Akhirnya mereka menikah dengan penduduk pribumi dan memiliki keturunan sehingga mempercepat perkembangan Islam. Dari ikatan perkawinan ini pula, Islam disebarluaskan kepada para kerabat mereka.
3.    Ajaran Tasawuf
Para wali dan ulama biasanya membekali diri dengan tasawuf, serta pola hidup sufi yang penuh kesahajaan. Keluhuran ajaran tasawuf yang disampaikan oleh para wali dan ulama sangat menarik simpati masyarakat, dan dipandang sangat sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Berawal dari simpati iinilah banyak penduduk yang akhirnya secara sukarela memeluk Islam.
4.    Pendidikan
Salah satu jalur yang sangat efektif dan sistematis dalam penyebaran Islam adalah melalui pendiidikan. Langgar, masjid dan pondok pesantren ikut memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi penyebaran agama Islam. Tempat-tempat tersebut menjadi pilihan utama para kiai dan ulama dalam mencetak kader da'i yang handal dalam usaha menyebar-luaskan agama Islam.
5.    Seni dan budaya
Pendekatan persuasif yang dilakukan oleh para wali dalam menyiarkan Islam (khususnya di Jawa) sering menggunakan kesenian sebagai media dakwah. Demikian pula dalam upaya menghindari gejolah di masyarakat, para ulama terdahulu tetap menghormati dan melestarikan tradisi lama, namun dimaknai kembali dengan memasukkan unsur ajaran Islam. Cara inilah yang dinamakan dengan corak ajaran sinkretisme.
6.    Politik
Para wali dan ulama banyak yang menduduki jabatan kunci di dalam kerajaan atau kesultanan. Mereka dipercaya sebagai penasehat raja maupun Adipati yang telah memeluk Islam. Posisi kunci ini turut memberikan kontribusi bagi percepatan penyebaran Islam.
            Demikian beberapa pelajara penting yang bisa kita petik dari perjalanan penyiaran agama Islam di wilayah Nusantara.

Kamis, 27 Desember 2012

khutbah jumat bahasa jawa 1


HIKMAH SEBUAH PERISTIWA
Oleh : Triyanto

Jamaah shalat jumat engkang dipun kasihi Allah
Wonten kesempatan meniko kuwulo ngajak dumateng diri pribadi kawulo piyambak lan umumimpun dumateng sedoyo jamaah monggo kita sareng2 ningkataken keimanan lan ketakwaan dumateng Allah engkang ateges kanti nglampahi sedoyo punopo engakang dados dawauhipun Allah dan nebihi sedoyo awisanipun Allah. Engkang antawisipun injih puniko shalat jumat wonten ing siang meniko. Saklajengipun shalawat soho salam mugi katur dumateng junjungan kito, nabi lan rasul engkang terakhir Nabi Muhammad SAW engkang sampun mbeto kita saking jaman jahiliyah tumuju jaman dinul islam.
Jamaah shalat jumat engkang dipun kasihi Allah
Nembe kemawon kita ninggalaken mongso ketigo, mongso engkang sedoyo rerumputan lan tanaman mboten saget tumbuh subur bahkan tanah sawah lan ladangipun mboten saget dipun tanemi utawi tandus. Lan detik meniko keadaan kolowau sampun berubah 100% tanah engkah tandus, kering saget dipun tanemi punopo kewonten. Lan sedoyo kolowau menawi kita berpikir engkang jernih, mboten  wonten peristiwo2 utawi kejadian engkang mboten hikmah .
lan kitho tumprap tiang engkang anggadahi akal, manah lan keimanan semakin tekun lan depe2 marak dhateng Allah lan kosokwangsulipun tiang engkang mboten anggadahi keimanan malah durhoko ingkar, tebih dhateng Allah SWT.
Jamaah shalat jumat engkang dipun kasihi Allah
Kekuasaanipun Allah mboten wonten ing babakan menyuburkan tanah utawi menaduskan / mengeringkan tanah mawon ananging mboten terikat kaleh ruang lan waktu. Kadang kito boten percoyo bilih wonten kehidupan engkang kekal lan abadi jih puniko kehidupan akherat. Peristiwa kematian puniko setunggaling rangkaian kehidupan menuju alam kelanggengan lan saksampunipun wonten alam kematian utawi alam kubur badhe dipun bangkitaken kanti peristiwa dinten kiamat menuju alam akkherat. Ananging kathah2ipun tiang ingkar lan mboten percoyo bilih kehidupan dunia puniko sementara.
Jamaah shalat jumat engkang dipun kasihi Allah
Peristiwa2 utawi kejadian wonten ing kehidupan dunia puniko sampun dipun atur dining Pangeran Engkah Moho Kuwaos injih puniko ALLah SWT  kadosto wonten firman Allah wonten ing al quran surat Yasin  ayat 81
Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Jamaah shalat jumat engkang dipun kasihi Allah
Mekaten pengisian khutbah ing siang meniko mugiyo saget ngemutaken lan gugah diri kulo piyambak khususipun lan umumipun dumatheng sedoyo jamaah. Engkan akhiripun manggihi kebahagaian  wonthen ing dunyo lan akherat amin
جعل الله من الفائزين الامين
Khutbah ke 2

Selasa, 25 Desember 2012

Manusia Selamat


4  GOLONGAN MUNUSIA YANG SELAMAT DI DUNIA

Sahabat
Ijinkanlah pada kesepatan ini saya mengajak seluruh para jamaah pada umumnya dan khususnya pada diri saya pribadi marikan kita selalu menambah keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan menanamkan diri pribadi msing-masing baik ketika kita sendiri/ditempat sepi maupun bersama-sama dengan orang lain/ditempat ramai, baik di rumah maupun di tempat kerja bahwa Allah akan selalu mengawasi dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang kita perbuat selama kita hidup di alam dunia ini. Shalawat dan salam selalu tercurah hanya pada baginda nabi Muhammad saw, nabi penutup dari para nabi, nabi yang kita tunggu syafaatnya di akhir kiamat nanti.
Sahabat
Kehidupan di dunia mau tidak mau haruslah hadapi dengan iman dan amal kerena kalua tidak didasari dengan iman dan amal maka hidup seorang manusia akan semaunya saja yang hanya menuruti hawa nafsu seperti binatang. Kita hidup sejak lahir digariskan sebagai manusia yang beragama namun hanya lingkunganlah yang mengubah diri seseorang baik di beragama islam maupun agama selain islam.
Sudah banyak cerita dan kisah-kisah hidup manusia yang dulunya waktu kecil beriman namun ketika besar berubah menjadi tidak beriman, yang dulunya miskin jadi orang beriman setelah jadi kaya jadi orang tidak beriman atau sebaliknya yang dulunya orang kaya tidak beriman maka setelah jatuh miskin jadi orang yang beriman, dulunya orang bahkan lebih dari itu dulunya orang miskin beriman sampai ajal pun tetap beriman, dulunya kaya orang beriman sampai ajalpun tetap beriman itulah gambaran gambaran keimanan dalam kehidupan di dunia.
Sahabat
Kehidupan memang tidaklah segampang membalikkan telapak tangan oleh karena itu iman dan takwa lah yang kita jaga kerena hanya iman dan takwalah yang dapat menyelamatkan diri dari godaan-godaan hidup di dunia sepanjang masa atau waktu. Selaku orang yang beriman sudah sewajarnyalah untuk selalu amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran di antara agar jadi menjadi orang yang merugi, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al ‘Asyr ayat 1-3.
والعصر(1)
إن الإنسان لفي خسر(2)
إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر(3)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS:Surat Al ‘Asyr ayat 1-3)

Sahabat
Kehidupan dunia yang penuh ujian dan cobaan perlulah kita selaku orang islam dengan mengambil atau melihat al-Qur’an khususnya dalam surat al ‘asyr ayat 1 sampai 3 dijelaskan bahwa manusia itu berada dalam kerugian kecuali jika mereka 1. Beriman dan beramal shaleh. 2. Nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan 3. Nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. Dengan demikian mudah-mudahan kita dapat melalui segala ujian dan cobaan baik yang datang secara langsung maupun tidak langsung dan akhirnya selamat di dunia dan di akherat amin, ya rabbal alamin.

Coretan Syawal


HIKMAH LEBARAN
(Menciptakan Masyarakat yang Aman dan Tentram)

Lebaran menurut pendapat ku berarti hari yang tepat untuk berkumpulkan sanak saudara atau keluarga. Setelah sebulan berpuasa malam sholat tarawih, diakhiri zakat, takbir kemenangan dan sholat idul fitri di masjid atau di tanah lapang. Takbir kemengan menjadi meriah dengan munculnya anak-anak kecil bersama orang tua di masjid. Semua anak kecil duduk berjejer membuat lingkaran bergiliran dengan pengeras suara untuk bertakbir. Setelah sholat isya mulailah takbir keliling hingga kembali ke masjid lagi dilanjutnya takbir sampai pagi dilanjutnya dengan shalat idul fitri berjamaah dan saling maaf memaafkan.
Masyarakat jawa pada umumnya memanfaatkan momentum penting ini, dengan mudik pulang kampung walaupun mereka pergi jauh / di tanah perantauan dengan rela hanya untuk sekedar lebaran di tanah kelahiran dan berkumpul dengan keluarga. Tidak hanya itu mereka pun yang belum berkeluarga atau masih bujang saja bahkan yang sudah berkeluarga. Baik yang dari kota ke desa ataupun sebaliknya. Biasanya mereka kemudian bertukar wawasan antara keluarga satu dengan lainnya baik masalah pendidikan, sosial, ekonomi.
Lebaran dapat diambil pelajaran yang baik atau hikmah, Pertama ; Menguatkan Rasa Persatuan, berarti persaudaran persatuan yang telah ada lebih dimantapkan dengan saling kunjung mengunjungi antara satu rumah dengan rumah yang lain. Kedua ; wahana untuk saling kenal mengenal dan saling memaafkan. Diantara anggota keluarga karena belum tentu semua keluarga bisa berkumpul seperti di hari lebaran. Semua anggota keluarga tidak ada lagi merasa dirinya lah yang ter atau paling.  Diantara anggota keluarga hati terbuka walaupun dulunya memiliki masalah kurang cocok atau memiliki konflik mereka cepat-cepat untuk memberi dan menerima maaf baik dengan secara langsung (berkunjung dari rumah ke rumah)  maupun tidak langsung (SMS, Email, Telpon Kartu Lebaran) sehingga diharapkan keluarga nyaman dan aman sehingga masyarakat atau negera tentram. Ketiga : Kemenangan Umat Islam, artinya sebulan kita telah digembleng dengan puasa disiang hari dan malam hari tadarus al qur’an, dan sholat tarawih atau qiyamullail. pengendalian hawa nafsu, pelatihan disiplin, saranan merasakan betapa susahnya nasib para fakir miskin dan diakhiri dengan zakat fitrah dan sholat Idul Fitri berjamaah. Kebiasaan yang baik di bulan puasa dan hari kemenengan menjadi harapan ke bulan-bulan selanjutnya untuk membentuk manusia yang tangguh, ulet dan tahan banting dalam situasi kondisi apapun.

Sabtu, 15 Desember 2012

suara petani

wah sudah saatnya tanam namun setelah menebar binih kok malah tidak ada hujan bahkan sungai yang biasa mengalir sekarang malu  mengalir air ada ada apa ?