Raja-raja Kerajaan Demak
- Raden Patah (1500-1518 M)
Raden Patah ialah seorang putra Brawijaya
dari ibunya putri Cina.Ketika Raden Patah masih dalam kandungan, ibunya
oleh Brawijaya dititipkan kepada gubernur di Palembang.Menurut babat
tanah jawa Raden Patah adalah anak Brawijaya yang terakhir.Menurut
Kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah
masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi)
atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Pertama kali Raden Patah ke Jawa menjadi santri Sunan Ampel.Raden
Patah tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian diangkat sebagai menantu
Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka.Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren
dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam
kepada penduduk sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin
maju. Dan hal itu membuat Brawijaya menjadi resah, karena bujukan dari
Sunan Ampel Brawijaya mengakui bahwa Raden Patah adalah putranya dan
Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti
nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Dalam memimpin Kerajaan Demak Raden Patah menunjukan berbagai keberhasilan yang dapat dicapai seperti:
- Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan Majapahit.Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhadap portugis (1511), yang telah menduduki Malaka dan ingin mengganggu Demak.Dengan mengirim pasukannya yang dipimpin oleh Pati Unus (anak Raden Patah).
- Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya (sumber Jawa) yaitu Pati Unus.Namun terdapat perbedaan pendapat, antara sumber Portugis (Barat) dengan sumber asli Indonesia atau Jawa.Pati
Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah
memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka.Karena keberaniannya
itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. (Soekmono:
1973).Dalam berita Tome Pires dikenal seorang yang bernama Pate Unus
yang mengadakan serangan ke Malaka tahun 1513, keberangkatan dengan
armadanya dari Jepara yang berfungsi sebagai pelabuhan kerajaan Demak.
H.J Graaf berpendapat bahwa raja kedua kerajaan Demak seperti disebut
Tome Pires ialah Pate Rodim Sr., seorang yang tegas dalam mengambil
keputusan dan seorang ksatria, bangsawan dan teman seperjuangan Pate
Zaenal dari Gresik.
Pada awalnya Pati Unus adalah seorang
penguasa di daerah Jepara, setelah dewasa Pati Unus diangkat menjadi
menantu Raden Patah dinikahkan dengan putrinya.Hal itu berdasarkan sumber Portugis.Pati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri).
Pati Unus bertugas sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa, saat Samuda Pasai jatuh ketangan Portugis.Pati
Unus mengirim armada kecil, ekspedidi Jihad I yang mencoba mendesak
benteng Portugis di Malaka gagal dan kembali ke Jawa.Setelah itu Pati
Unus melakukan persiapan yang lebih baik dengan merencanakan pembangunan
armada sebanyak 375 kapal.Armada perang Islam siap berangkat dari
pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin
oleh Sunan Gunung Jati.Armada perang yang sangat besar untuk ukuran
dulu bahkan sekarang.Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati
Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II.Kapal
yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan
perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban
membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
- Sultan Trenggono (1521-1546 M)
Raja ketiga dari Kerajaan Demak ini
adalah Raden Trenggono, setelah meninggalnya Pangeran Sabrang Lor (Pati
Unus) pada 1521.Masa kepemimpinannya ditandai dengan berbagai peristiwa
yang mengantarkan kerajaan ini ke masa kejayaannya.Wilayah-wilayahnya
diperluas ke wilayah barat dan ke wilayah timur.Masjid Demak diperbaiki
sebagai lambang kekuatan Islam.
Sebagai seorang raja Islam, beliau
mengambil gelar Sultan, yaitu Sultan Ahmad Abdul Arifin.Kebesaran raja
ketiga ini oleh penulis Portugis, Mendez Pinto, dinyatakan dengan
pemberian gelar emperador (maharaja).
Ekspedisi Demak ke wilayah barat dimulai
dengan ekspedisi Syekh Nurullah (Sunan Gunung Jati) ke Jawa Barat, yang
berhasil secara berturut-turut mendirikan Kerajaan Cirebon dan
Banten.Penguasaan kedua wilayah ini, menurut tradisi lisan Jawa dari
Cirebon dan dari Banten sangat penting artinya bagi pengembangan Islam,
bahasa, dan kebudayaan Jawa di sepanjang pantai utara Jawa Barat.
Pada masanya pula, dilakukan penyerangan
terakhir ke Ibu Kota Majapahit antara tahun 1525 dan 1527, yang menurut
Babad Sangkala adalah Kediri, sedang menurut Tome Pires adalah Dayo.
Penyerangan ini mengandung makna simbolis pemisahan antara Zaman
Indonesia Hindu dengan Zaman Indonesia Islam.Pada 1527 pula, dilakukan ekspedisi ke Tuban.Meskipun daerah itu sudah lama memeluk Islam.Namun
Demak menganggap mereka masih setia kepada Majapahit, sehingga perlu
dilakukan penakhlukan. Berturut-turut pula ditaklukan Wirasari (1525),
Gagelang/Madiun (1529), Medangkungan/Blora (1530), Surabaya (1531),
Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba (1541 dan 1542), Gunung
Pananggungan (1543), Memenang atau Kediri (1544), Malang (1545).
Penaklukan yang terakhir dilakukan adalah
di Blambangan, yang berada di ujung Jawa Timur. Ini merupakan benteng
terakhir Hindu, bahwa ketika Brawijaya dikalahkan oleh Demak, ia
mengungsi ke daerah itu untuk mencari bantuan dari Bali yang mayoritas
Hindu. Namun akhirnya Blambangan menyerah kepada Demak, dan Demak
akhirnya kehilangan Sultan Trenggono yang meninggal.
Gugurnya Sultan Trenggono ini merupakan akhir dari usaha ekspansi Demak ke wilayah bekas bawahan Majapahit